Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2014

Fiksimini: Pilihan Hati Aylin

  Aylin sedang asyik berkeliling melihat-lihat galeri seni ketika Randi menghampirinya. "Lin, tar malem dinner bareng aku mau gak?" Aylin terkejut, ia menoleh pada Randi dan memandanginya dengan seksama. "Tumben amat ngajakin aku dinner, biasanya juga kamu yang minta ditraktir." Aylin tertawa kecil. "Aku serius, Lin." Randi memegang tangan Aylin dengan erat. "Oke, oke. Terserah kamu deh. Sekarang lepasin tangan aku." Aylin menepis pelas tangan Randi yang memegangi pergelangan tangan mungilnya. "Aylin!" sebuah suara yang familiar di telinga Randi dan Aylin menggema di ruangan galeri seni. Seorang lelaki jangkung bergerak mendekati mereka. "Hai Yovie, galeri senimu keren banget ya. Aku suka deh sama semua benda seni yang dipajang di sini." Aylin berkomentar ketika Yovie telah berada di hadapannya. "Makasih, aku emang sengaja nyiapin ini semua buat kamu. Karena aku tahu kamu suka sama benda-benda seni." Yovie men

Fiksimini: Rara & Rando

Rara melangkah pelan menyusuri jembatan yang menuju ke arah rumahnya. Di ujung jembatan, terlihat Rando yang masih mengenakan seragam sekolah, berdiri termangu seolah menunggu seseorang. Melihat kehadiran Rando, Rara semakin melambatkan langkahnya. Rando memandang ke arah Rara. "Bisakah kita bicara sebentar?" tanya Rando. Rara mengangguk. Dua menit kemudian, keduanya telah berdiri di depan pagar jembatan dengan jarak satu meter yang memisahkan mereka. "Ibuku menelepon, memintaku untuk pulang ke Kalimantan." Rara terbelalak. "Kamu akan meninggalkan Jawa?" pertanyaan Rara dijawab anggukan pelan Rando. "Aku bersyukur bisa bertemu denganmu. Saat pertamakali datang ke sini, yang ada dalam pikiranku hanyalah bagaimana caranya aku bisa mendapatkan semua keinginanku, dan meningkatkan kemampuanku dengan mengalahkan semua orang yang kuanggap sainganku, termasuk kawu. Tapi kamu, kamu selalu melakukan yang terbaik untuk menolong orang lain, mengkhawa

Fiksimini: Senyuman Arinda

Gambar
  "Kau masih saja suka ke sini?" tanya Fadlan mendapati Arinda duduk diam di atas rel kereta yang sudah tak digunakan lagi, karena jalur kereta melalui rel ini sudah dialihkan ke jalur lain. Fadlan ikut duduk di samping Arinda yang terpekur di atas rel kereta. "Hanya di sini aku mendapatkan ketenangan." Arinda menyahut pelan. Fadlan menyentuh tangan Arinda yang sedang diam di pangkuan gadis tersebut. "Hal itu masih menghantuimu?" tanya Fadlan lembut. Arinda menoleh, wajahnya yang tersiram cahaya jingga dari mentari sore tampak gundah, ia melepaskan genggaman tangan Fadlan. Kemudian menghela napas panjang. Angin sepoi menerbangkan anak rambut Arinda yang tergerai di bahunya. "Aku tidak tahu kapan bisa lepas dari semua itu." Arinda menengadah, menerawang jauh ke masa silam. "Tidak bisakah kau lepaskan belenggu masa lalumu, dan mulai menata masa depanmu denganku?" Arinda diam. Namun tiba-tiba dari matanya bergulir kristal bening

Fiksimini: Hati Aylin

Gambar
jika kau memilihku akan kuhargai setiap detik waktu yang kulewati bersamamu Aarrgh! Aylin meremas kertas yang baru saja ditulisinya dengan kalimat puitis dan membuangnya ke tempat sampah. "Bodoh!" Aylin memaki dirinya sendiri sambil mengacak rambutnya. Sekian lama menyimpan rasa di hati, dan tak pernah berani mengungkapkannya hingga kini, orang yang ia sukai telah memilih, memilih orang lain sebagai tempat melabuhkan hati. Aylin berhenti mengacak-acak rambutnya ketika mendengar suara derum sepeda motor di luar. Aylin beranjak, menyibak tirai jendela kamar kosnya yang langsung menghadap ke jalanan. Di sana, di depan pagar rumah kos, Aylin melihat Neyra turun dari boncengan motor Yovie. Aylin memandangi kedua sejoli itu dengan hati terbakar cemburu. Yovie nampak mencium kening Neyra sebelum pergi. Aylin menyentakkan gorden dengan kasar. Ia hempaskan tubuhnya di kasur, sambil memegangi dadanya yang terasa sakit karena melihat adegan tadi. Tak terasa buli

Fiksimini : Ra dan Ran

Gambar
“Mungkin,aku memang ga layak buat kamu,Ra. Kamu punya segalanya, sedangkan aku tidak.” kalimat putus asa itu terlontar dari mulut Ran, cowok pendiam dan selalu merasa minder dengan apa yang dimiliki oleh orang lain. Alis Ra terangkat, “Aku punya segalanya? What you mean?” “Keramahan, keceriaan, hati yang lembut dan penuh perhatian. Kamu punya segalanya yang bisa membuat orang jatuh cinta. Sedangkan aku, membuat orang lain betah di dekatku saja susah.” “Kamu salah, Ran.” Ra menggeleng tegas, anak rambutnya tertiup angin sore. “Pasti banyak cowok yang sudah memberikan hatinya ke kamu, Ra. Kelebihanmu terlalu banyak, tak akan ada cowok yang bisa mengabaikan pesonamu.” “Stop, Ran. Aku ga suka pembicaraan ini.” Ra berkata tegas. “Maaf kalo aku sudah mengganggu hidupmu. Aku pergi ya, Ra.” Ran beranjak pergi. “Randi!” suara Ra menghentikan langkah Ran. “Ada satu hal yang tak pernah kumiliki secara utuh di dunia ini. Yaitu ha